Koran Tempo 17 Oktober 2010
Koran Tempo 17 Oktober 2010 memuat dua puisi saya, Bertemu Maret dan Beberapa Adegan yang Tersembunyi di Pagi Hari:
Bertemu
Maret
maret, selamat datang, kita sudah pernah bertemu
sebelumnya, bukan?
kenapa wajahmu terlihat bingung sekali? apa ada sesuatu
yang berbeda?
mungkin caraku memandangmu, atau caraku
menyapamu, mengucapkan namamu? m - a - r - e - t?
ah, tidak kok, tidak ada yang lain dari terakhir kali
aku menyebut namamu, tetap seperti itu, seperti dulu
aku masih selalu ragu, masih tak merasa mantap
ketika diharuskan kembali bertemu denganmu
ah, apa barusan tadi kubilang, diharuskan?
*
maret, apa kabar? apa wajahmu selalu kelabu begini
setiap kita berjumpa?
tidak, kan? terakhir yang bisa kuingat kau tampak begitu
ceria, bahagia
seperti anak kecil yang baru bisa menerbangkan layangan,
tak ingin
disuruh ibunya pulang ke rumah untuk mandi dan
sembahyang
ia menatap lekat-lekat layangan yang benangnya ia
genggam erat
dengan jemari kecilnya, bergetar, dada kecilnya juga
ikut berdebar
layangan itu, balik menatapnya, dan merasa
kerangka tubuhnya mulai gemetar
maret, apa ada layangan yang takut dengan ketinggian?
*
maret, apa arti senyummu itu? kau tampak bingung
tapi kau tersenyum, apa ada sesuatu yang lucu?
atau kau teringat tentang sesuatu? ceritakan padaku
tidak, tenang saja, ibu sedang pergi mencari ayah
yang sedang marah, ibu tak akan mencarimu
atau kau ingin bercerita
sambil kita bermain layangan?
ah, apapun arti senyummu itu,
selamat datang kembali
maret
Beberapa Kalimat yang Tersembunyi di Pagi Hari
kepada embun: sebagai tepian daun, tak ada yang bisa
kuperbuat
selain menjaga dan memerhatikanmu. Jika kau ingin jatuh,
jatuhlah perlahan.
kepada daun: sebagai setitik embun, tak ada yang bisa
kuberikan
selain sejuk tubuh rapuhku. Aku akan segera mati,
cintailah embun yang lain.
sebagai pagi, aku sudah terlalu tua untuk menyaksikan
kisah cinta
seperti ini. Angin hanya menggigilkanku. Tak lagi
sekalipun membawa kabar.
sebagai angin, tak ada lagi yang membuatku gembira
selain berkelana dari satu pagi ke pagi lain, singgah
sebentar
dan berangkat lagi.
sebagai puisi, tak bisa kuhindari melankoli semacam ini.
Dalam tubuhku
yang sempit kusimpan semua cerita kalian. Kusampaikan
kepada sunyi.
Komentar
Saya suka dengan puisi ini karena saya merinding membacanya dan semakin membuat penasaran dengan makna yang ada di dalamnya. Begitupun puisi-puisi Bang Bara yang pernah saya baca di Angsa-Angsa Ketapang. Selalu membuat saya ingin membacanya berulang-ulang. Masuk ke dalam puisi-puisinya, juga puisi ini. Setiap kata demi kata, kalimat demi kalimat membuat saya mencoba berulang kali memaknai puisi ini juga puisi lainnya. Begitu mengapa saya suka dengan puisi ini dan puisi-puisi Bang Bara lainnya. Sekian.
Wassalamussalama
Salut,salut, salut. sukses selalu ka.:-)