Di Balik Proses Jatuh Cinta
Saya ingin bercerita sedikit tentang proses terbitnya
buku terbaru saya: Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri. Agar memudahkan, saya akan menyebut dengan
nama yang lebih singkat: Jatuh Cinta.
Seperti pernah saya ceritakan di tulisan yang lalu, first draft atau
naskah pertama Jatuh Cinta saya
serahkan ke editor pada bulan Agustus. Saya mengirim dengan maksud untuk
mencoba-coba saja, sebenarnya. Mengingat agak sulit menembus penerbit dengan
naskah kumpulan cerita. Dibanding novel, kumpulan cerita memiliki segmen
pembaca yang lebih khusus, mungkin itu sebabnya tidak banyak penerbit yang mau
menerima naskah kumpulan cerita.
Alhamdulillah, ternyata kurang-lebih sebulan
kemudian saya mendapat kabar baik. Editor saya, Widyawati Oktavia (Iwied), berkata
bahwa naskah kumpulan cerita yang saya kirim telah diajukan dan didiskusikan di
rapat redaksi. Hasilnya: Penerbit GagasMedia setuju untuk menerbitkan naskah
tersebut. Tidak luput beberapa catatan yang menyertai kabar menggembirakan itu.
Di antara catatan itu adalah, ada tiga cerita yang dicoret karena dianggap
kurang kuat, dan saya harus menulis beberapa cerita baru untuk melengkapi
benang merah buku, yakni kisah-kisah
cinta dengan beragam rasa.
Tentang bagaimana gambaran cerita-cerita di
dalam buku terbaru saya ini, silakan baca tulisan terdahulu saya. Kali ini saya
ingin menunjukkan apa saja yang terjadi di balik proses terbitnya Jatuh Cinta.
Editing
Naskah saya kali ini digawangi oleh Gita Romadhona.
Tidak secara langsung oleh Iwied karena dia sedang mengerjakan naskah saya yang
lain. Namun, Iwied tetap mengawasi dan melakukan cek ulang hasil revisi.
Proses revisi berjalan lancar dan cukup singkat,
tidak sampai dua minggu. Gita langsung melakukan penyuntingan setelah saya
mengirim naskah utuh Jatuh Cinta versi
baru dengan tambahan tiga cerita. Setelah mendapat kiriman catatan dari Gita,
saya pun langsung mengerjakan revisi.
Setelah revisi selesai, Iwied mengirim naskah
ke layouter untuk di-set ke bentuk halaman buku.
Ilustrasi-ilustrasi buatan Ida Bagus Gede Wiraga (Hege) juga dimasukkan. Saya
meminta kepada Iwied agar layout Jatuh
Cinta dibuat senyaman mungkin untuk dibaca. Ukuran huruf, margin, kerning, semuanya
diperhitungkan. Iwied melakukan cek
ulang hasil revisi. Saya melihat langsung, karena kebetulan juga sedang ke
kantor Penerbit GagasMedia di Jakarta.
Cek ulang layout bareng Iwied
Cover dan Bulu Burung
Beres dengan layout, kami berkutat dengan desain cover. Sejak awal saya sudah menyampaikan permintaan khusus kepada
tim pracetak dan desain Penerbit GagasMedia agar judul buku Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh
Diri menjadi sorotan utama pada cover.
Saya ingin tulisan yang mengisi penuh halaman sampul. Berbeda dengan
buku-buku saya sebelumnya yang memberi fokus pada objek atau ilustrasi, bukan
teks judul.
Warna juga sempat jadi persoalan. Awalnya, saya
hanya berpikir bahwa buku ini akan jadi berbeda dengan aura cover buku-buku saya sebelumnya, yang
cenderung lembut, sepi, mellow, dan
puitis. Saya tidak ingin buku terbaru saya terlihat puitis, apalagi lembut.
Warna apa yang kira-kira masuk kriteria tersebut? Merah, hijau, biru, dan ungu,
adalah beberapa pilihan. Kuning sempat menarik minat saya. Namun, akhirnya
pilihan akhir jatuh kepada ungu. Alasannya adalah, setelah dibaca dengan lebih
teliti, ternyata cerita-cerita di dalam Jatuh
Cinta tidak semuanya manis, tidak pula seluruhnya pahit, melainkan keduanya.
Cinta itu bukan merah, yang berhasrat dan
menggelora. Cinta bukan biru, yang dingin dan sendu. Cinta itu ungu. Karena ia
menyimpan keduanya.
Kami mengerjakan cover Si Ungu mulai pukul delapan malam hingga pukul dua dini hari,
di satu hari yang sama. Levina Lesmana (Lele) dan Jeffri Fernando (Jeffri)
adalah dua orang hebat yang berada di balik pembuatan desain cover buku terbaru saya ini. Sempat
kebingungan memberikan sentuhan akhir pada cover,
karena kami bertiga merasa masih ada yang kurang. Sampai akhirnya Jeffri
mengusulkan untuk memberi setangkai bulu burung, sebagai simbol sesuatu yang
patah dan tercerabut dari tempatnya. Hati yang terlepas dari kamarnya. Bulu
burung ini juga mewakili karakter salah satu tokoh dalam cerita berjudul Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh
Diri, cerita yang judulnya dipakai untuk judul buku ketujuh saya ini.
Ngerjain cover sampai tengah malam
Begitulah, sedikit cerita tentang proses di
balik pembuatan Jatuh Cinta. Sangat
singkat, memang. Hanya sekitar tiga bulan. Meski demikian, saya berharap kesan
yang didapatkan oleh pembaca nanti setelah membaca bukunya tidak singkat,
tetapi memanjang hingga seterusnya.
Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri akan hadir di toko buku Jabodetabek mulai minggu ini hingga akhir
Desember 2014. Di luar pulau Jawa, sekitar bulan Januari 2015. Jika sudah tidak
sabar, teman-teman bisa membelinya secara online
di sini.
Selamat berburu!
Bara
Komentar
Mudah2an saya jg bisa nerbitkan buku novel, aamiin..