Rahim (Etgar Keret)
Diterjemahkan dari Inggris di buku The Bus Driver Who Wanted to be God (Riverhead Books, 2015). Terjemahan Inggris dari Ibrani oleh Miriam Shlesinger.
*
Pada
ulang tahunku yang kelima, ibuku divonis kanker, dan dokter bilang rahim ibu
harus diangkat. Itu hari yang sedih. Kami semua naik mobil Subaru milik ayah,
pergi ke rumah sakit, dan menunggu sampai dokter keluar dari ruang operasi
sambil menangis. “Belum pernah saya lihat rahim seindah itu,” ia bilang, seraya
melepas masker. “Saya jadi merasa seperti pembunuh.”
Ibuku
memang punya rahim yang indah. Saking indahnya, rumah sakit mendonasikan rahim
tersebut ke museum. Dan pada hari Sabtu, kami sengaja ke sana, dan paman
memotret kami yang berpose di sebelah rahim ibu. Waktu itu ayahku sudah tidak
ada lagi. Ia menceraikan ibu sehari setelah operasi pengangkatan rahim. “Perempuan
tanpa rahim bukan perempuan. Dan laki-laki yang tetap bersama perempuan yang
bukan perempuan, bukanlah laki-laki,” ia berkata kepada abangku dan aku, sesaat
sebelum ia naik pesawat menuju Alaska. “Nanti setelah dewasa, kalian akan
paham.”
Ruangan
tempat rahim ibuku dipamerkan gelap sekali. Satu-satunya cahaya berasal dari
rahim itu sendiri, berpendar lembut seperti cahaya di dalam kabin pesawat saat
terbang di malam hari. Dalam foto, benda tersebut tampak biasa saja, karena
terpapar sinar flash dari kamera,
tapi saat aku melihatnya langsung dari dekat, aku benar-benar mengerti kenapa waktu
itu dokter sampai menangis dibuatnya. “Kau berasal dari sana,” pamanku bilang,
menunjuk ke arah rahim. “Di dalam sana, kau seperti pangeran, tahu tidak. Ibumu
itu memanglah…”
Pada
akhirnya, ibuku meninggal. Pada akhirnya semua ibu akan meninggal. Dan ayahku
menjadi seorang penjelajah di kutub utara dan pemburu paus.
Gadis-gadis
yang aku pacari selalu salah paham saat aku mengintip rahim mereka. Mereka
pikir itu tindakan yang bikin ilfil. Tapi
salah satu dari mereka, yang tubuhnya aduhai sekali, bersedia menikah denganku.
Aku sering memukuli pantat anak-anakku bahkan sejak mereka bayi, karena
tangisan mereka benar-benar menggangguku. Kenyataannya mereka cepat mengerti dan
sama sekali berhenti menangis saat memasuki usia sembilan bulan, jika tidak
lebih awal. Awalnya tiap mereka berulang tahun aku membawa mereka ke museum
untuk melihat rahim nenek mereka, tapi mereka tidak tertarik, dan istriku akan
marah, jadi kemudian aku membawa mereka menonton film-film Walt Disney saja.
Suatu
hari mobilku diderek, dan kantor polisi berada tidak jauh, jadi mumpung sedang
dekat dari museum, aku mampir. Rahim ibu tidak di tempat biasanya. Mereka
memindahkannya ke ruang sebelah yang penuh gambar-gambar, dan ketika aku
memperhatikan rahim ibu lebih dekat, aku melihat benda itu dikerubungi bintik-bintik
hijau. Aku bertanya ke satpam kenapa tidak ada yang membersihkannya, tapi dia
cuma mengangkat bahu. Aku memohon kepada pengurus pameran agar diizinkan
membersihkannya sendiri kalau-kalau mereka kekurangan orang, tapi pengurus
tersebut menyebalkan sekali. Dia bilang aku tidak boleh menyentuh apapun karena
bukan karyawan museum.
Istriku
bilang petugas itu benar, dan sejauh yang ia tahu, memamerkan rahim di tempat
publik merupakan perbuatan sinting, lebih-lebih kalau di tempat itu banyak anak
kecil. Tapi aku tidak sependapat. Aku tidak bisa memikirkan apapun. Jauh dalam
hatiku, aku tahu kalau aku tidak segera menyelinap ke museum dan mengambil
rahim ibu dan merawatnya, aku akan menjadi seseorang yang bukan diriku lagi.
Maka seperti ayahku di malam ketika ia pergi, aku sangat tahu apa yang harus
aku lakukan.
Dua
hari kemudian sepulang kerja, aku mengendarai mobil van menuju museum, tepat
saat museum hampir tutup. Ruangan-ruangannya kosong dan sepi, tapi kalaupun aku
kepergok oleh seseorang, aku tidak khawatir. Aku punya senjata dan rencana yang
sangat rapi. Tapi masalahnya adalah, rahim ibuku menghilang. Petugas pameran
terkejut memergokiku, tapi saat aku dengan gesit menekan tenggorokannya dengan
gagang pistol Jericho baruku, ia langsung mengatakan apa yang ingin aku ketahui:
Rahim
ibuku sudah dijual sehari sebelumnya kepada seorang kolektor Yahudi yang
meyakinkan bahwa rahim tersebut harus dikirim ke salah satu komunitas pusat di
Alaska. Dalam proses pengirimannya, benda tersebut dicuri oleh salah satu
cabang organisasi Front Lingkungan. Front merilis pernyataan resmi bahwa sebuah
rahim tidak boleh disimpan dan dimiliki oleh siapapun, itu sebabnya mereka
memutuskan untuk melepasnya ke alam bebas. Menurut berita Reuters, Front
Lingkungan ini termasuk suatu gerakan yang radikal dan berbahaya. Seluruh
operasi mereka dijalankan lewat kapal pembajak yang dipimpin oleh seorang
pensiunan pemburu paus.
Aku
mengucapkan terima kasih kepada petugas pameran dan menyimpan kembali pistolku.
Dalam
perjalanan pulang, semua lampu di jalan tampak berwarna merah. Aku terus saja berkendara
meliuk dari satu jalur ke jalur lain tanpa melihat ke kaca spion, sambil
berusaha keras mengenyahkan sesuatu yang seperti tersangkut di tenggorokanku. Aku
mencoba membayangkan rahim ibuku mengambang di tengah-tengah samudera arktik
penuh dengan ikan tuna dan lumba-lumba. ***
Komentar
nice work, bara